Rasanya senang sekali jika hasil karay kita bisa dipublikasikan dan dibaca banyak orang. Seperti karya imajinasi dari J.K Rowling ataupun karya2 dari para ilmuwan besar seperti Habermas, Foucult, Karl Marx, dll. Apalagi jika hasil karya yang notabene berasal dari hasil thesis mereka. Hal itu berarti mereka benar-benar berjalan secara semestinya di sebuah tempat yang bernama institusi pendidikan, berjalan sesuai dengan landasan filosofis, makna normatif dan makna deskriptifnya.
Dan sekarang, aku sedang berjalan dalam labirin institusi pendidikan itu. Dalam ranah S1, labirin yang aku lalui sudah hampir mencapai ujung. Aku ingin sekali keluar dari labirin itu dengan tidak sia-sia. setidak-tidaknya aku bisa memberikan dan membagikan hasil karyaku kepada mereka yang di luar labirin yang sedang menanti kami semua yang berada di dalam labirin. Kono, orang-orang yang keluar dari labirin itu adalah orang-orang yang bisa membebaskan mereka dari belenggu-belenggu yang membuat manusia terpasung, yang mampu mengangkat harkat martabat mereka, yang bisa menjadikan mereka manusia seutuhnya.Wooowww, mulia sekali orang-orang di dalam labirin itu. Tapi, apakah kenyataannya demikian? Oh, ternyata tidak! Setelah keluar dari labirin itu, orang2 itu pun sama saj seperti manusia-manusia lainnya, sama-sama terbelenggu oleh ketidaktahuan. dan ketidaktahuan itu ternyata sangat membuat nyaman.
Sejujurnya aku ingin sekali hasil mahakarya ku mendapatkan gelar bachelor degree itu bisa bermanfaat, atau setidaknya bisa dipublikasikan dan dibaca oleh banyak orang. Tapi, ternyata konsekuensinya adalah aku harus berkelok-kelok terlebih dahulu di dalam labirin itu. Padahal, tingkal selangkah lagi aku bisa keluar dari labirin itu.
Karena sudah saatnyalah aku memberikan kontribusiku kepda universe and society sesuai dengan kapasitasku dan pengetahuan yang aku miliki.
lilinlipstik
lilin=manekuin lipstik=citra it's all about pop culture. pop culture has been transformed in many type. it's easy too see it in lifestyle, urbanstyle, and in myself. so, i wanna share my opinion about myself, lifestyle and urbanstyle
Minggu, 09 Januari 2011
Sabtu, 08 Januari 2011
Work Hard, Play Hard
Tinggal di apartemen di kawasan elite ibukota, dekat dengan pusat bisnis, pusat hiburan. Abis seharian ngantor, langsung neyetir mobil ke apartemen. terus mandi, touch up muka, badan, lalu berubah jadi fashionista, pokonya penampilan harus terlihat sangat menarik sekaligus menawan. Abis itu, segeralah meluncur ke tempat kongkow buat dugem seharian atau nonton midnight. pokoknya harus bisa merealisasikan work hard, play hard!
kayanya enak banget yah hidup ini kalo diisi dengan bermain, seneng-seneng mulu. Apalagi kalo kita udah kerja keras selama satu minggu di kantor. Perjuangan dan kesusahan kita selama satu minggu itu harus dibayar setiap weekend atao kalo bisa sih maunya pasti setiap abis ngantor. "Gw udah kerja keras, sekarang saatnya gw seneng2 dong!"
Dan untungnya di zaman sekarang, banyak banget fasilitas-fasilitas 'publik' yang menawarkan kesenangan itu. Asalkan ngeluarin uang untuk fasilitas-fasilitas 'publik' itu. Ya iyalah, hari gini gitu mana ada kesenangan yang gratis! Well, tapi gak masalah dong. Toh, hiburan atau kebutuhan akan kesenangan buat kaum urban (dan sekarang hampir ke seluruh masyarakat) bukan lagi kebutuhan tersier, sekarang udah jadi kebutuhan primer! Buktinya pasti setiap bulan, minimal 20% dari pendapatan itu dialokasikan untuk agenda refreshing/jalan2/liburan.
Pernah terpikir gak sih, kenapa pada zaman sekarang ini kebutuhan akan refreshing/jalan2/liburan atau senang-senang itu begitu penting? Sepengalaman gw, waktu gw kecil, kebutuhan akan liburan itu bukanlah sesuatu yang penting. Apakah emang karena sekarang hidup semakin kompleks sehingga manusia dipusingkan dengan berbagai macam kebutuhan (atau jangan-jangan hanya keinginan yanng tidak sesuai dengan kebutuhan)? Ya, keinginan yang seolah-olah adalah kebutuhan, seperti yang banyak ditawarkan oleh iklan-iklan di berbagai media massa.
kayanya enak banget yah hidup ini kalo diisi dengan bermain, seneng-seneng mulu. Apalagi kalo kita udah kerja keras selama satu minggu di kantor. Perjuangan dan kesusahan kita selama satu minggu itu harus dibayar setiap weekend atao kalo bisa sih maunya pasti setiap abis ngantor. "Gw udah kerja keras, sekarang saatnya gw seneng2 dong!"
Dan untungnya di zaman sekarang, banyak banget fasilitas-fasilitas 'publik' yang menawarkan kesenangan itu. Asalkan ngeluarin uang untuk fasilitas-fasilitas 'publik' itu. Ya iyalah, hari gini gitu mana ada kesenangan yang gratis! Well, tapi gak masalah dong. Toh, hiburan atau kebutuhan akan kesenangan buat kaum urban (dan sekarang hampir ke seluruh masyarakat) bukan lagi kebutuhan tersier, sekarang udah jadi kebutuhan primer! Buktinya pasti setiap bulan, minimal 20% dari pendapatan itu dialokasikan untuk agenda refreshing/jalan2/liburan.
Pernah terpikir gak sih, kenapa pada zaman sekarang ini kebutuhan akan refreshing/jalan2/liburan atau senang-senang itu begitu penting? Sepengalaman gw, waktu gw kecil, kebutuhan akan liburan itu bukanlah sesuatu yang penting. Apakah emang karena sekarang hidup semakin kompleks sehingga manusia dipusingkan dengan berbagai macam kebutuhan (atau jangan-jangan hanya keinginan yanng tidak sesuai dengan kebutuhan)? Ya, keinginan yang seolah-olah adalah kebutuhan, seperti yang banyak ditawarkan oleh iklan-iklan di berbagai media massa.
Rabu, 29 Desember 2010
global village
I am totally thankfulness because I was born in Indonesia which east culture. Philosophy in here was different from west. We believe of God, we had moral and ethics for our life, we always care to other, not individualist. It’s totally beautiful. But in whole world, time always running out, assimilation could be happen in everywhere, everytime. So, hegemonic culture from west was happen too. We can’t run away from this, we can’t hide from this, we can’t made this if there is nothing happen in our culture. It’s for sure fast or late would make our system social as a west.
Marshal McLuhan said that the world is becoming global village. No boundaries in global village. Era information is the sign. We can talk to other people in different country without same place. And the new era, make everything so individualist. Previously people dance and sing in the street always together, because they bring a big radiotype. After walkman innovatin, it’s changing. People listening music alone not together. Finally it’s make people being individualist.
Time by time, more innovation for make our life so simple and of course so individualist and so egoist. The question is how we can still had good attitude with moral and ethics in this ‘global village’?
Selasa, 28 Desember 2010
curhat 1
Sebentar lagi, tinggal hitungan hari, masyarakat seluruh dunia akan menyambut datangnya tahun baru 2011. Termasuk saya. Perjalanan tahun 2010 yang saya lalui dalam hidup saya, muncul dalam berbagai memori, lewat ingatan,foto,video,jejaringsosial, yang tentu saja membuat emosi saya terpancar. Ada rekam jejak yang membuat saya sedih,marah,kecewa, ada juga yang membuat saya bahagia,tertawa,senang. Namun, satu yang pasti adalah banyak rekam jejak yang sudah saya lewati menimbulkan penyesalan yang sebenarnya sudah terakumulasi dari sebelum tahun 2010. Penyesalan yang paling dalam adalah SAYA TERLALU BANYAK BERSENANG-SENANG DENGAN RUTINITAS DI LUAR PERKULIAHAN YANG MEMBUAT SAYA TIDAK BISA LULUS DI TAHUN 2010!
Walaupun saya menyesali kelalaian yang membuat kelulusan saya terhambat, saya berusaha untuk tidak terlarut dalam penyesalan itu. Saya berusaha untuk segera menyelesaikan kuliah saya. Dan untuk bisa lulus bulan Mei 2011!
Walaupun saya menyesali kelalaian yang membuat kelulusan saya terhambat, saya berusaha untuk tidak terlarut dalam penyesalan itu. Saya berusaha untuk segera menyelesaikan kuliah saya. Dan untuk bisa lulus bulan Mei 2011!
Langganan:
Postingan (Atom)